Perbedaan Mazhab 4 Imam
Ok. Sepakati dulu ya arti mazhab, begini Mazhab
(bahasa Arab: madzhab) adalah istilah dari bahasa Arab, yang berarti
jalan yang dilalui dan dilewati, sesuatu yang menjadi tujuan seseorang
baik konkrit maupun abstrak. Sesuatu dikatakan mazhab bagi seseorang
jika cara atau jalan tersebut menjadi ciri khasnya.
Menurut para ulama dan ahli agama Islam, yang dinamakan mazhab
adalah metode (manhaj) yang dibentuk setelah melalui pemikiran dan
penelitian, kemudian orang yang menjalaninya menjadikannya sebagai
pedoman yang jelas batasan-batasannya, bagian-bagiannya, dibangun di
atas prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah.
Mazhab menurut ulama fiqih, adalah sebuah metodologi fiqih
khusus yang dijalani oleh seorang ahli fiqih mujtahid, yang berbeda
dengan ahli fiqih lain, yang menghantarkannya memilih sejumlah hukum
dalam kawasan ilmu furu’. Ini adalah pengertian mazhab secara umum,
bukan suatu mazhab khusus.
Paham ya.. yuk mulai..
Begini. Di antara tonggak penegang ajaran
Islam di muka bumi muncul beberapa mazhab raksasa di tengah ratusan
mazhab kecil lainnya. Ada 4 Imam disini yang mengajarkan nya.
Singkat nya, keempat mazhab itu adalah
Al-Hanabilah, Al-Malikiyah, Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah. Sebenarnya
jumlah mazhab besar tidak hanya terbatas hanya 4 saja, namun keempat
mazhab itu memang diakui eksistensi dan jati dirinya oleh umat selama 15
abad ini.
Keempatnya masih utuh tegak berdiri dan
dijalankan serta dikembangkan oleh mayoritas muslimin di muka bumi.
Masing-masing punya basis kekuatan syariah serta masih mampu melahirkan
para ulama besar di masa sekarang ini.
Berikut sekelumit sejarah keempat mazhab ini dengan sedikit gambaran landasan manhaj mereka.
1. MazhabAl-Hanifiyah.
Didirikan oleh An-Nu’man bin Tsabit atau
lebih dikenal sebagai Imam Abu Hanifah. Beliau berasal dari Kufah dari
keturunan bangsa Persia. Beliau hidup dalam dua masa, Daulah Umaiyah dan
Abbasiyah. Beliau termasuk pengikut tabiin , sebagian ahli sejarah
menyebutkan, ia bahkan termasuk Tabi’in.
Mazhab Al-Hanafiyah sebagaimana dipatok oleh
pendirinya, sangat dikenal sebagai terdepan dalam masalah pemanfaatan
akal/ logika dalam mengupas masalah fiqih. Oleh para pengamat dianalisa
bahwa di antaralatar belakangnya adalah:
· Karena
beliau sangat berhati-hati dalam menerima sebuah hadits. Bila beliau
tidak terlalu yakin atas keshahihah suatu hadits, maka beliau lebih
memlih untuk tidak menggunakannnya. Dan sebagai gantinya, beliau
menemukan begitu banyak formula seperti mengqiyaskan suatu masalah
dengan masalah lain yang punya dalil nash syar’i.
· Kurang
tersedianya hadits yang sudah diseleksi keshahihannya di tempat di mana
beliau tinggal. Sebaliknya, begitu banyak hadits palsu, lemah dan
bermasalah yang beredar di masa beliau. Perlu diketahui bahwa beliau
hidup di masa 100 tahun pertama semenjak wafat nabi SAW, jauh sebelum
era imam Al-Bukhari dan imam Muslim yang terkenal sebagai ahli peneliti
hadits.
Di kemudian hari, metodologi yang beliau
perkenalkan memang sangat berguna buat umat Islam sedunia. Apalagi
mengingat Islam mengalami perluasan yang sangat jauh ke seluruh penjuru
dunia. Memasuki wilayah yang jauh dari pusat sumber syariah Islam.
Metodologi mazhab ini menjadi sangat menentukan dalam dunia fiqih di
berbagai negeri.
2. Mazhab Al-Malikiyah
Mazhab ini didirikan oleh Imam Malik bin Anas bin Abi Amir Al-Ashbahi (93 – 179H).Berkembang sejak awal di kota Madinah dalam urusan fiqh.
Mazhab ini ditegakkan di atas doktrin untuk merujuk dalam segala sesuatunya kepada hadits Rasulullah SAW dan praktek penduduk Madinah. Imam Malik membangun madzhabnya dengan 20 dasar; Al-Quran, As-Sunnah (dengan lima rincian dari masing-masing Al-Quran dan As Sunnah; tekstualitas, pemahaman zhahir, lafaz umum, mafhum mukhalafah, mafhum muwafakah, tanbih alal illah), Ijma’, Qiyas, amal ahlul madinah (perbuatan penduduk Madinah), perkataan sahabat, istihsan, saddudzarai’, muraatul khilaf, istishab, maslahah mursalah, syar’u man qablana (syariat nabi terdahulu).
Mazhab ini adalah kebalikan dari mazhan Al-Hanafiyah. Kalau Al-Hanafiyah banyak sekali mengandalkan nalar dan logika, karena kurang tersedianya nash-nash yang valid di Kufah, mazhab Maliki justru ‘kebanjiran’ sumber-sumber syariah. Sebab mazhab ini tumbuh dan berkembang di kota Nabi SAW sendiri, di mana penduduknya adalah anak keturunan para shahabat. Imam Malik sangat meyakini bahwa praktek ibadah yang dikerjakan penduduk Madinah sepeninggal Rasulullah SAW bisa dijadikan dasar hukum, meski tanpa harus merujuk kepada hadits yang shahih para umumnya.
3. Mazhab As-Syafi’iyah
Didirikan oleh Muhammad bin Idris Asy Syafi’i (150 – 204 H). Beliau dilahirkan di Gaza Palestina (Syam) tahun 150 H, tahun wafatnya Abu Hanifah dan wafat di Mesir tahun 203 H.
Di Baghdad, Imam Syafi’i menulis madzhab lamanya (madzhab qodim). Kemudian beliu pindah ke Mesir tahun 200 H dan menuliskan madzhab baru (madzhab jadid). Di sana beliau wafat sebagai syuhadaul ‘ilm di akhir bulan Rajab 204 H.
Salah satu karangannya adalah “Ar-Risalah” buku pertama tentang ushul fiqh dan kitab “Al-Umm” yang berisi madzhab fiqhnya yang baru. Imam Syafi’i adalah seorang mujtahid mutlak, imam fiqh, hadis, dan ushul. Beliau mampu memadukan fiqh ahli ra’yi (Al-Hanafiyah) dan fiqh ahli hadits (Al-Malikiyah).
Dasar madzhabnya: Al-Quran, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Beliau tidak mengambil perkataan sahabat karena dianggap sebagai ijtihad yang bisa salah. Beliau juga tidak mengambil Istihsan (menganggap baik suatu masalah) sebagai dasar madzhabnya, menolak maslahah mursalah dan perbuatan penduduk Madinah. Imam Syafi’i mengatakan, ”Barangsiapa yang melakukan istihsan maka ia telah menciptakan syariat.” Penduduk Baghdad mengatakan,”Imam Syafi’i adalah nashirussunnah (pembela sunnah),”
Kitab “Al-Hujjah” yang merupakan madzhab lama diriwayatkan oleh empat imam Irak; Ahmad bin Hanbal, Abu Tsaur, Za’farani, Al-Karabisyi dari Imam Syafi’i. Sementara kitab “Al-Umm” sebagai madzhab yang baru yang diriwayatkan oleh pengikutnya di Mesir; Al-Muzani, Al-Buwaithi, Ar-Rabi’ Jizii bin Sulaiman. Imam Syafi’i mengatakan tentang madzhabnya,”Jika sebuah hadits shahih bertentangan dengan perkataanku, maka ia (hadis) adalah madzhabku, dan buanglah perkataanku di belakang tembok,”
4. Mazhab Al-Hanabilah
Didirikan oleh Imam Ahmad bin Hanbal Asy Syaibani (164 – 241 H). Dilahirkan di Baghdad dan tumbuh besar di sana hingga meninggal pada bulan Rabiul Awal. Beliau memiliki pengalaman perjalanan mencari ilmu di pusat-pusat ilmu, seperti Kufah, Bashrah, Mekah, Madinah, Yaman, Syam.
Beliau berguru kepada Imam Syafi’i ketika datang ke Baghdad sehingga menjadi mujtahid mutlak mustaqil. Gurunya sangat banyak hingga mencapai ratusan. Ia menguasai sebuah hadis dan menghafalnya sehingga menjadi ahli hadis di zamannya dengan berguru kepada Hasyim bin Basyir bin Abi Hazim Al-Bukhari (104 – 183 H).
Imam Ahmad adalah seorang pakar hadis dan fiqh. Imam Syafi’i berkata ketika melakukan perjalanan ke Mesir,”Saya keluar dari Baghdad dan tidaklah saya tinggalkan di sana orang yang paling bertakwa dan paling faqih melebihi Ibnu Hanbal (Imam Ahmad),”
Dasar madzhab Ahmad adalah Al-Quran, Sunnah, fatwah sahahabat, Ijam’, Qiyas, Istishab, Maslahah mursalah, saddudzarai’.
Imam Ahmad tidak mengarang satu kitab pun tentang fiqhnya. Namun pengikutnya yang membukukannya madzhabnya dari perkataan, perbuatan, jawaban atas pertanyaan dan lain-lain. Namun beliau mengarang sebuah kitab hadis “Al-Musnad” yang memuat 40.000 lebih hadis. Beliau memiliki kukuatan hafalan yang kuat. Imam Ahmad mengunakan hadis mursal dan hadis dlaif yang derajatnya meningkat kepada hasan bukan hadis batil atau munkar.
Di antara murid Imam Ahmad adalah Salh bin Ahmad bin Hanbal (w 266 H) anak terbesar Imam Ahmad, Abdullah bin Ahmad bin Hanbal (213 – 290 H). Shalih bin Ahmad lebih menguasai fiqh dan Abdullah bin Ahmad lebih menguasai hadis. Murid yang adalah Al-Atsram dipanggil Abu Bakr dan nama aslinya; Ahmad bin Muhammad (w 273 H), Abdul Malik bin Abdul Hamid bin Mihran (w 274 H), Abu Bakr Al-Khallal (w 311 H), Abul Qasim (w 334 H) yang terakhir ini memiliki banyak karangan tentang fiqh madzhab Ahmad. Salah satu kitab fiqh madzhab Hanbali adalah “Al-Mughni” karangan Ibnu Qudamah.
Mazhab ini didirikan oleh Imam Malik bin Anas bin Abi Amir Al-Ashbahi (93 – 179H).Berkembang sejak awal di kota Madinah dalam urusan fiqh.
Mazhab ini ditegakkan di atas doktrin untuk merujuk dalam segala sesuatunya kepada hadits Rasulullah SAW dan praktek penduduk Madinah. Imam Malik membangun madzhabnya dengan 20 dasar; Al-Quran, As-Sunnah (dengan lima rincian dari masing-masing Al-Quran dan As Sunnah; tekstualitas, pemahaman zhahir, lafaz umum, mafhum mukhalafah, mafhum muwafakah, tanbih alal illah), Ijma’, Qiyas, amal ahlul madinah (perbuatan penduduk Madinah), perkataan sahabat, istihsan, saddudzarai’, muraatul khilaf, istishab, maslahah mursalah, syar’u man qablana (syariat nabi terdahulu).
Mazhab ini adalah kebalikan dari mazhan Al-Hanafiyah. Kalau Al-Hanafiyah banyak sekali mengandalkan nalar dan logika, karena kurang tersedianya nash-nash yang valid di Kufah, mazhab Maliki justru ‘kebanjiran’ sumber-sumber syariah. Sebab mazhab ini tumbuh dan berkembang di kota Nabi SAW sendiri, di mana penduduknya adalah anak keturunan para shahabat. Imam Malik sangat meyakini bahwa praktek ibadah yang dikerjakan penduduk Madinah sepeninggal Rasulullah SAW bisa dijadikan dasar hukum, meski tanpa harus merujuk kepada hadits yang shahih para umumnya.
3. Mazhab As-Syafi’iyah
Didirikan oleh Muhammad bin Idris Asy Syafi’i (150 – 204 H). Beliau dilahirkan di Gaza Palestina (Syam) tahun 150 H, tahun wafatnya Abu Hanifah dan wafat di Mesir tahun 203 H.
Di Baghdad, Imam Syafi’i menulis madzhab lamanya (madzhab qodim). Kemudian beliu pindah ke Mesir tahun 200 H dan menuliskan madzhab baru (madzhab jadid). Di sana beliau wafat sebagai syuhadaul ‘ilm di akhir bulan Rajab 204 H.
Salah satu karangannya adalah “Ar-Risalah” buku pertama tentang ushul fiqh dan kitab “Al-Umm” yang berisi madzhab fiqhnya yang baru. Imam Syafi’i adalah seorang mujtahid mutlak, imam fiqh, hadis, dan ushul. Beliau mampu memadukan fiqh ahli ra’yi (Al-Hanafiyah) dan fiqh ahli hadits (Al-Malikiyah).
Dasar madzhabnya: Al-Quran, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Beliau tidak mengambil perkataan sahabat karena dianggap sebagai ijtihad yang bisa salah. Beliau juga tidak mengambil Istihsan (menganggap baik suatu masalah) sebagai dasar madzhabnya, menolak maslahah mursalah dan perbuatan penduduk Madinah. Imam Syafi’i mengatakan, ”Barangsiapa yang melakukan istihsan maka ia telah menciptakan syariat.” Penduduk Baghdad mengatakan,”Imam Syafi’i adalah nashirussunnah (pembela sunnah),”
Kitab “Al-Hujjah” yang merupakan madzhab lama diriwayatkan oleh empat imam Irak; Ahmad bin Hanbal, Abu Tsaur, Za’farani, Al-Karabisyi dari Imam Syafi’i. Sementara kitab “Al-Umm” sebagai madzhab yang baru yang diriwayatkan oleh pengikutnya di Mesir; Al-Muzani, Al-Buwaithi, Ar-Rabi’ Jizii bin Sulaiman. Imam Syafi’i mengatakan tentang madzhabnya,”Jika sebuah hadits shahih bertentangan dengan perkataanku, maka ia (hadis) adalah madzhabku, dan buanglah perkataanku di belakang tembok,”
4. Mazhab Al-Hanabilah
Didirikan oleh Imam Ahmad bin Hanbal Asy Syaibani (164 – 241 H). Dilahirkan di Baghdad dan tumbuh besar di sana hingga meninggal pada bulan Rabiul Awal. Beliau memiliki pengalaman perjalanan mencari ilmu di pusat-pusat ilmu, seperti Kufah, Bashrah, Mekah, Madinah, Yaman, Syam.
Beliau berguru kepada Imam Syafi’i ketika datang ke Baghdad sehingga menjadi mujtahid mutlak mustaqil. Gurunya sangat banyak hingga mencapai ratusan. Ia menguasai sebuah hadis dan menghafalnya sehingga menjadi ahli hadis di zamannya dengan berguru kepada Hasyim bin Basyir bin Abi Hazim Al-Bukhari (104 – 183 H).
Imam Ahmad adalah seorang pakar hadis dan fiqh. Imam Syafi’i berkata ketika melakukan perjalanan ke Mesir,”Saya keluar dari Baghdad dan tidaklah saya tinggalkan di sana orang yang paling bertakwa dan paling faqih melebihi Ibnu Hanbal (Imam Ahmad),”
Dasar madzhab Ahmad adalah Al-Quran, Sunnah, fatwah sahahabat, Ijam’, Qiyas, Istishab, Maslahah mursalah, saddudzarai’.
Imam Ahmad tidak mengarang satu kitab pun tentang fiqhnya. Namun pengikutnya yang membukukannya madzhabnya dari perkataan, perbuatan, jawaban atas pertanyaan dan lain-lain. Namun beliau mengarang sebuah kitab hadis “Al-Musnad” yang memuat 40.000 lebih hadis. Beliau memiliki kukuatan hafalan yang kuat. Imam Ahmad mengunakan hadis mursal dan hadis dlaif yang derajatnya meningkat kepada hasan bukan hadis batil atau munkar.
Di antara murid Imam Ahmad adalah Salh bin Ahmad bin Hanbal (w 266 H) anak terbesar Imam Ahmad, Abdullah bin Ahmad bin Hanbal (213 – 290 H). Shalih bin Ahmad lebih menguasai fiqh dan Abdullah bin Ahmad lebih menguasai hadis. Murid yang adalah Al-Atsram dipanggil Abu Bakr dan nama aslinya; Ahmad bin Muhammad (w 273 H), Abdul Malik bin Abdul Hamid bin Mihran (w 274 H), Abu Bakr Al-Khallal (w 311 H), Abul Qasim (w 334 H) yang terakhir ini memiliki banyak karangan tentang fiqh madzhab Ahmad. Salah satu kitab fiqh madzhab Hanbali adalah “Al-Mughni” karangan Ibnu Qudamah.
Nah, semoga bahasan nya bermanfaat ya.
0 komentar:
Post a Comment